Sabtu, 19 November 2016

Katak & permata

Pada suatu masa, ada seorang wanita yang telah menjanda dan memiliki dua orang putri. Putri tertua memiliki wajah dan perangai yang sangat mirip dengan ibunya sehingga orang sering berkata bahwa siapapun yang melihat putri tertua tersebut, sama dengan melihat ibunya. Mereka berdua mempunyai sifat jelek yang sama, sangat sombong dan tidak pernah menghargai orang lain.
Putri yang termuda, merupakan gambaran dari ayahnya yang telah meninggal, sama-sama memiliki sifat baik hati, senang membantu orang dan sangat sopan. Banyak yang menganggap bahwa putri termuda adalah wanita yang tercantik yang pernah mereka lihat.
Karena kecenderungan orang untuk menyukai hal yang sama dengan diri mereka, ibunya menjadi sangat sayang kepada putri yang tertua, sedangkan putri yang termuda diperlakukan dengan buruk, putri termuda sering disuruhnya bekerja tanpa henti dan tidak boleh bersama mereka makan di meja makan. Dia hanya diperbolehkan makan di ruang dapur sendiri saja.

Putri yang termuda sering dipaksa dua kali sehari untuk mengambil air  dari sumur yang letaknya sangat jauh dari rumah mereka. Suatu hari ketika putri yang termuda berada di mata air ini, datanglah seorang wanita tua yang kelihatan sangat miskin, yang memintanya untuk mengambilkan dirinya air minum.
"Oh! ya, dengan senang hati," kata gadis cantik ini yang dengan segera mengambil kendinya, mengambil air dari tempat yang paling jernih di mata air tersebut, dan memberikan kepada wanita itu, sambil membantu memegang kendinya agar wanita tua itu dapat minum dengan mudah.
Setelah minum, wanita tersebut berkata kepada putri termuda:
"Kamu sangat cantik, sangat baik budi dan sangat sopan, saya tidak bisa tidak memberikan kamu hadiah." Ternyata wanita tua tersebut adalah seorang peri yang menyamar menjadi wanita tua yang miskin untuk melihat seberapa jauh kebaikan hati dan kesopanan putri termuda. "Saya akan memberikan kamu sebuah hadiah," lanjut sang Peri, "Mulai saat ini, dari setiap kata yang kamu ucapkan, dari mulutmu akan keluar sebuah bunga atau sebuah batu berharga."

Ketika putri termuda yang cantik ini pulang kerumah, dimana saat itu ibunya memarahinya karena menganggap putri termuda tersebut terlalu lama kembali dari mengambil air.
"Saya minta maaf, mama," kata putri termuda, "karena saya terlambat pulang."
Saat mengucapkan kata itu, dari mulutnya keluarlah dua buah bunga, dua buah mutiara dan dua buah permata.
"Apa yang saya lihat itu?" kata ibunya dengan sangat terkejut, "Saya melihat mutiara dan permata keluar dari mulutmu! Bagaimana hal ini bisa terjadi, anakku?"
Untuk pertama kalinya ibunya memanggilnya dengan sebutan 'anakku'.
Putri termuda kemudian menceritakan semua kejadian yang dialami secara terus terang, dan dari mulutnya juga berturut-turut keluarlah permata yang tidak terhitung jumlahnya.
"Sungguh mengagumkan," kata ibunya, "Saya harus mengirim anakku yang satu lagi kesana." Dia lalu memanggil putri tertua dan berkata "Kemarilah, lihat apa yang keluar dari mulut adikmu ketika dia berbicara. Apakah kamu tidak ingin memiliki hal yang dimiliki adikmu? Kamu harus segera berangkat ke mata air tersebut dan apabila kamu menemui wanita tua yang meminta kamu untuk mengambilkan air minum, ambilkanlah untuknya dengan cara yang sangat sopan."
"Adik termuda pasti sangat senang melihat saya mengambil air dari mata air yang jauh," katanya dengan cemberut.
"Kamu harus pergi, sekarang juga!" kata ibunya lagi.
Akhirnya putri tertua berangkat juga sambil mengomel di perjalanan,  sambil membawa kendi terbaik yang terbuat dari perak.
Tidak lama kemudian dia tiba di mata air tersebut, kemudian dia melihat seorang wanita yang berpakaian sangat mewah keluar dari dalam hutan, mendekatinya, dan memintanya untuk mengambilkan air minum. Wanita ini sebenarnya adalah peri yang bertemu dengan adiknya, tetapi kali ini peri tersebut menyamar menjadi seorang putri bangsawan.
"Apakah saya datang kesini," kata putri tertua dengan sangat sombong, "hanya untuk memberikan kamu air? dan kamu pikir saya membawa kendi perak ini untuk kamu? Kalau kamu memang mau minum, kamu boleh meminumnya jika kamu merasa pantas."
"Kamu keterlaluan dan berlaku tidak sopan," jawab sang Peri, "Baiklah, mulai sekarang, karena kamu sangat tidak sopan dan sombong, saya akan memberikan kamu hadiah, dari setiap kata yang kamu ucapkan, dari mulutmu akan keluar seekor ular atau seekor katak."
Saat dia pulang, ibunya yang melihat kedatangannya dengan gembira menyambutnya dan bertanya:
"Bagaimana, anakku?"
"Bagaimana apanya, ma?" putri tertua menjawab dengan  cara yang tidak sopan, dan dari mulutnya keluarlah dua ekor ular berbisa dan dua ekor katak.
"Oh! ampun," kata ibunya; "apa yang saya lihat ini? Oh! pastilah adik mu yang sengaja telah merencanakan kejadian ini,  tapi dia akan mendapatkan hukumannya"; dan dengan segera dia berlari mendekati putri termudanya dan memukulnya. Putri termuda kemudian lari menjauh darinya dan bersembunyi di dalam hutan yang tidak jauh dari rumahnya agar tidak mendapat pukulan lagi.
Seorang anak Raja, yang baru kembali dari berburu di hutan, secara kebetulan bertemu dengan putri termuda yang sedang menangis. Anak Raja tersebut kagum akan kecantikan putri termuda kemudian bertanya mengapa putri tersebut sendirian di dalam hutan dan menangis terisak-isak.
"Tuanku, ibu saya telah mengusir saya dari rumah."
Saat itu, anak Raja melihat lima atau enam mutiara dan permata keluar dari mulut putri termuda, dia menjadi penasaran dan meminta putri termuda menceritakan mengapa dari mulutnya keluar permata saat berkata sesuatu. Putri termuda kemudian menceritakan semua kisahnya, dan anak Raja tersebut menjadi bertambah kagum akan kebaikan hati dan kesopanan tutur kata putri termuda. Anak Raja menjadi jatuh hati pada putri termuda dan beranggapan bahwa putri termuda sangat pantas menjadi istrinya. Anak Raja akhirnya mengajukan lamaran dan menikahi putri termuda.
Sedangkan putri tertua, membuat dirinya sendiri begitu dibenci oleh ibunya sendiri karena kelakuannya yang sangat buruk dan di usir keluar dari rumah. Putri tertua akhirnya menjadi terlantar karena tidak memiliki rumah lagi, dia lalu masuk ke dalam hutan dan mulai saat itu, orang tidak pernah mendengar kabar tentangnya lagi.

Jorinde & Joringel

Dahulu kala, ada sebuah kastil tua yang terletak di tengah hutan besar yang lebat, di mana di dalam kastil itu seorang wanita penyihir tua berdiam seorang diri. Pada siang hari, dia mengubah dirinya menjadi seekor kucing atau burung hantu, dan di malam hari dia berubah bentuk kembali menjadi manusia.

Dia bisa memancing hewan liar dan burung untuk datang kepadanya, lalu kemudian ditangkapkapnya untuk kemudian dimangsanya. Jika ada orang yang mendekat dalam jarak seratus langkah dari kastilnya, orang tersebut tidak bisa bergerak lagi hingga si Penyihir itulah yang melepaskannya untuk dibawa ke kastilnya. Setiap kali ada gadis yang masuk ke dalam lingkaran kastilnya, dia akan mengubahnya menjadi seekor burung dan mengurungnya dalam sangkar, lalu kurungan itu akan disimpan di dalam sebuah ruangan bersama sekitar tujuh ribu sangkar burung langka lainnya.
Suatu saat, ada seorang gadis yang bernama Jorinda, yang merupakan gadis tercantik yang pernah ada di dusun sekitar tempat tinggal si Penyihir itu. Gadis itu paling cantik bila dibandingkan gadis-gadis cantik lainnya di sekitar kastil penyihir tua tersebut. Sebelumnya, dia dan seorang pemuda tampan bernama Joringel telah berjanji untuk menikah. Mereka masih dalam masa pertunangan dan mereka senantiasa berjalan bersama-sama.

Suatu hari mereka pergi berjalan-jalan di hutan. Sesaat Jorinda teringat sesuatu dan berkata kepada Joringel, "Hati-hati, jangan berjalan terlalu dekat dengan kastil di hutan."
Sore itu adalah hari yang indah, matahari bersinar terang di antara dahan-dahan pepohonan yang terlihat berwarna hijau gelap, tetapi saat itu merpati di hutan menyanyikan lagu yang sedih.
Jorinda terharu dan menangis mendengar nyanyian tersebut, dan duduk di bawah sinar matahari sambil bersedih. Joringel ikut menjadi sedih. Kemudian saat mereka tersadar dan memandang sekeliling mereka, mereka menjadi bingung, karena mereka tidak tahu ke mana arah untuk pulang. Sementara matahari perlahan-lahan mulai terbenam.
Joringel melihat sekeliling, dan melalui semak-semak dilihatnya dinding tua kastil yang tidak terlalu jauh dari tempat mereka duduk. Dia menjadi terkejut dan ketakutan. Saat itu Jorinda menyanyi:
"Burung kecilku, dengan leher berwarna merah,
Menyanyi sedih, sedih, sedih,
Dia menyanyi seolah-olah bersedih bersama Merpati,
Menyanyi lagu sedih...."

Saat Joringel melihat ke arah Jorinda, Jorinda telah berubah menjadi seekor burung bulbul dan bernyanyi, "Jug, jug, jug."
Seekor burung hantu dengan mata yang menyala, terbang mengelilingi burung bulbul tersebut dan berteriak tiga kali, "To-whoo, to-whoo, to-whoo!"
Joringel tidak dapat bergerak, dia berdiri di sana seperti sebuah batu, juga tidak bisa menangis ataupun berbicara, ataupun menggerakkan kaki dan tangannya. sementara itu, matahari sudah terbenam. Burung hantu itu sekarang terbang menuju ke semak-semak, dan setelah itu keluar dari semak-semak dalam bentuk seorang wanita tua yang bongkok, berkulit kuning dan bertubuh kurus, dengan mata berwarna merah dan besar serta berhidung bengkok, yang ujungnya hampir mencapai dagunya.
Dia bergumam kepada dirinya sendiri, lalu menangkap burung bulbul, dan membawanya pergi dalam genggaman tangannya. Joringel hanya terpaku dan diam di tempatnya, tidak bisa berbicara atau bergerak dari tempat tersebut.
Akan tetapi, akhirnya wanita tua itu datang kembali, dan berkata, "Saat bulan menyinari sangkar burung, biarkanlah dia bebas."
Tidak lama kemudian, Joringel pun terbebas. Dia jatuh berlutut dan memohon kepada wanita tua itu untuk melepaskan Jorinda, tetapi wanita tua itu mengatakan bahwa Joringel tidak akan pernah bertemu lagi dengan Jorinda, dan dia pun berlalu serta pergi meninggalkannya.
Joringel memanggil, menangis, dan meratap, tetapi semua sia-sia, "Ah, apa yang harus kulakukan?"
Joringel kemudian meninggalkan tempat itu, dan akhirnya tiba di sebuah desa. Di sanalah dia bekerja sebagai gembala domba dalam waktu yang cukup lama. Dia masih sering berjalan dan berkunjung ke sekitar kastil, tetapi tetap menjaga jarak dengan kastil.
Akhirnya suatu malam dia bermimpi bahwa dia menemukan bunga berwarna merah darah, di tengah-tengahnya terdapat sebuah mutiara yang besar dan indah. Dia bermimpi mengambil bunga tersebut dan membawanya ke kastil, dan dalam mimpinya segala sesuatu yang disentuh dengan bunganya, akan terbebas dari sihir. Dia juga bermimpi bahwa dengan cara itulah dia bisa membebaskan Jorinda.
Di pagi hari, ketika dia terbangun, dia mulai mencari bunga seperti dalam mimpinya tersebut di atas bukit dan di bawah lembah. Dia terus mencari, hingga pada hari kesembilan, pada pagi harinya, dia menemukan bunga yang berwarna merah darah. Di tengah-tengah bunga tersebut, terdapat sebuah tetesan embun yang besar, sama seperti bunga dalam mimpinya.
Dia lalu melakukan perjalanan siang dan malam dengan membawa bunga itu menuju ke kastil. Ketika dia berada dalam jarak seratus langkah, dia tidak menjadi patung tetapi dapat terus berjalan sampai ke pintu. Joringel menjadi sangat senang, dia menyentuh pintu dengan bunganya, yang dengan segera terbuka setelah tersentuh bunga. Dia berjalan melalui halaman, mengikuti suara kicauan burung-burung. Akhirnya dia menemukan ruang di mana kicauan tersebut berasal, dan di ruang tersebut dilihatnya penyihir sedang memberi makan burung-burung di tujuh ribu sangkar.
Namun si Penyihir itu amat marah ketika melihat Joringel yang datang. Dia murka, marah dan marah serta menyemburkan ludah beracun terhadap Joringel. Tetapi racun tersebut tidak bisa mengenainya dan terhenti sekitar dua langkah dari tubuhnya. Joringel tidak mempedulikan penyihir itu, dan memeriksa sangkar yang berisikan burung-burung untuk membebaskan Jorinda. Namun Joringel bingung, ada ratusan sangkar yang berisi burung bulbul, bagaimana dia bisa menemukan Jorinda?
Sesaat kemudian, dia melihat wanita tua itu diam-diam mengambil sangkar yang berisikan seekor burung bulbul di dalamnya, dan pergi menuju sebuah pintu. Dengan cepat Joringel melompat ke arahnya, menyentuhkan bunga yang dibawanya ke sangkar yang dibawa oleh si Penyihir itu. Bunga itu pun disentuhkan terhadap tubuh wanita tua yang jahat itu.
Saat itulah sihir wanita tua seketika sirna. Sekarang, dia tidak bisa lagi menyihir. Jorinda yang telah berwujud seorang gadis cantik lagi, berdiri tidak jauh dari Joringel.
Setelah itu, Joringel pun menyentuhkan bunganya ke semua burung yang ada dalam ruangan itu. Tidak lama kemudian, semua burung telah berwujud menjadi manusia. Setelah kejadian itu, Joringel pun menggandeng Jorinda untuk pulang dan kembali ke dusun mereka. Di sana, mereka akhirnya hidup bahagia bersama.

Kakak beradik

Seorang anak laki-laki menarik tangan adik perempuannya dan berkata: "Lihat, kita tidak pernah merasakan kebahagiaan semenjak ibu kita meninggal. Ibu tiri kita selalu memukuli kita setiap hari, dan kita tidak berani berada di dekatnya karena dia selalu menendang kita untuk menjauh darinya. Kita tidak pernah dapat makanan yang baik kecuali remah-remah dan sisa-sisa roti. Seandainya saja ibu kita masih hidup dan tahu semua penderitaan kita ini! Mari ikutlah denganku, mari kita tinggalkan rumah ini."

Lalu kakak beradik itupun meninggalkan rumah ibu tirinya, berjalan seharian penuh, dan saat hujan turun dengan deras adik perempuannya berkata: "Surga dan hati kita menangis bersama."
Menjelang malam, mereka tiba di sebuah hutan yang besar, dan mereka merasa sangat kelelahan dan kelaparan setelah berjalan jauh. Mereka menemukan satu celah di pohon yang berlubang dan masuk ke celah pohon tersebut dan jatuh tertidur dengan cepat.
Pagi harinya, ketika mereka bangun, matahari bersinar terang dan membawa kehangatan, kakaknya berkata:
"Saya sangat haus, adik kecilku; Jika saja saya bisa menemukan air sungai, saya akan meminumnya disana. Saya serasa mendengarkan aliran sungai di dekat sini." Dia lalu melompat bangun, menarik tangan adik perempuannya dan mencari-cari anak sungai tersebut.
Saat itu ibu tirinya yang sebenarnya adalah seorang penyihir, tahu bahwa kedua anak tirinya telah lari meninggalkan rumah. Dia kemudian diam-diam mengejar mereka. Ketika tahu bahwa mereka kehausan, dia lalu memberi mantra sihir pada semua aliran air yang ada di hutan.
Saat kakak beradik itu menemukan sebuah anak sungai yang bening, sang Kakak langsung ingin meminumnya, tetapi saat itu adik perempuannya mendengar bisikan: "Siapa yang meminumku akan berubah menjadi harimau! siapa yang meminumku akan berubah menjadi harimau!"
Sang adik langsung berteriak, "Kakak, janganlah meminumnya, karena kamu akan berubah menjadi harimau dan akan menerkamku nanti." Sang kakak walaupun merasa kehausan, tidak jadi meminumnya. "Baiklah," katanya, "Kita akan mencari mata air yang lain saja."
Ketika mereka menemukan mata air sungai yang kedua, sang adik mendengarkan suara berbisik: "Siapa yang meminumku akan menjadi serigala, siapa yang meminumku akan menjadi serigala!" dan sang adik langsung berteriak, "Kakak, jangan meminum air disini, karena kamu akan berubah menjadi serigala dan menerkamku." Kembali sang kakak tidak jadi meminumnya dan berkata: "Baiklah, saya masih bisa menahan rasa hausku sampai bertemu dengan mata air yang ketiga."
Dan ketika mereka menemukan mata air sungai yang ketiga, sang adik mendengar bisikan: "Siapa yang meminumku akan berubah menjadi rusa! siapa yang meminumku akan menjadi rusa!" Lalu sang adik memohon, "Kakak, janganlah minum dulu di sini, atau kamu akan berubah menjadi rusa dan lari dariku." Tetapi sang kakak yang sudah sangat kehausan sudah berlutut dan meminum airnya, dan begitu bibirnya menyentuh air sungai itu, dia kemudian langsung berubah menjadi seekor rusa kecil.
Sang adik perempuan menangis melihat kakaknya yang telah disihir, begitu pula kakaknya yang telah berubah menjadi rusa ikut menangis di pangkuannya. Akhirnya sang adik berkata: "Tak apa, saya tidak akan meninggalkan kamu sendirian," kemudian dia mengambil sabuk emas miliknya dan mengikatnya di sekeliling leher rusa itu. Lalu dia mengambil selendangnya dan menjadikannya tali yang diikatkan ke sabuk yang melingkar di leher sang rusa. Dia kemudian berjalan bersama sang rusa hingga makin jauh masuk ke dalam hutan, dimana akhirnya mereka menemukan rumah yang kosong dan tidak dihuni lagi. Sang adik memutuskan untuk bermalam dan tinggal di sana bersama sang Rusa.

Setelah beberapa tahun lamanya hidup di hutan ini, suatu hari Raja masuk ke hutan tersebut untuk berburu, sehingga hutan tersebut di penuhi dengan derap-derap kaki kuda, tiupan terompet dari tanduk, dan gonggongan anjing pemburu serta teriakan-teriakan pemburu. Mendengar terompet berburu, sang Rusa menjadi gelisah dan ingin keluar dari rumah itu.
"Ah!" katanya kepada adik perempuannya, "Biarkan saya keluar! saya tidak tahan mendengar terompet itu." Dia terus memohon hingga adik perempuannya menyetujuinya dengan sedih hati. "Tetapi," katanya, "kamu harus kembali sebelum malam. Saya akan mengunci pintu saya karena takut pada pemburu tersebut, jadi untuk mengetahui yang datang itu adalah kamu atau bukan, ketuklah pintuku dan katakan, "Adik tersayang, bukalah pintu, saya ada di luar sini." "Jika kamu tidak berkata apa-apa, saya tidak akan membukakan kamu pintu."Akhirnya sang Rusa setuju dan berlari keluar di alam bebas.
Secepatnya Raja dan pemburu-pemburunya melihat rusa yang indah itu dan melakukan pengejaran, tetapi mereka tidak pernah dapat mengejar dan menemukannya. Saat malam tiba, sang Rusa pulang ke rumah dan mengetuk pintu sambil berkata: "Adik tersayang, bukalah pintu, saya ada di luar sini." Kemudian pintu terbuka dan sang Rusa lalu beristirahat di dalam rumah tersebut.
Keesokan hari ketika perburuan di mulai kembali, dan mendengar terompet di tiupkan, sang Rusa kembali meminta agar adik perempuannya membiarkan dia keluar. Seperti hari kemarin, adiknya membiarkan dia keluar dari rumah dengan sedih.
Saat Raja berburu kembali, dia dan pemburunya melihat sang Rusa dengan sabuk emas di lehernya, dan mulai mengejarnya kembali, hampir seharian penuh mereka mengejar rusa tersebut dan akhirnya sang Rusa terkepung dan sedikit terluka di kaki sehingga sang Rusa tidak dapat berlari kencang lagi. Para pemburu yang mengepung rusa tersebut melihat sang Rusa lari ke sebuah rumah dan mengetuk pintu dan berkata: "Adik tersayang, bukalah pintu, saya ada di luar sini." Pemburu melihat kejadian itu dan melaporkan kepada Raja apa saja yang dilihat mereka. "Esok hari kita akan berburu lagi." kata sang Raja.
Sang Adik saat membuka pintu dan melihat sang Rusa terluka menjadi sangat ketakutan dan bersedih. Dia lalu membersihkan luka dan membalut luka itu dengan ramuan dari daun-daunan. Setelah itu dia berkata, "Pergilah beristirahat agar kamu cepat sembuh."
Keesokan harinya, luka di kaki sang Rusa mulai membaik dan sang Rusa meminta kembali agar diijinkan keluar, "Saya harus keluar, saya akan berhati-hati agar mereka tidak menangkap saya." kata sang Rusa. Sang Adik menangis dan berkata, "Mereka pasti akan menangkapmu kali ini, dan saya akan mejadi sendirian di hutan ini. Saya tidak dapat membiarkan kamu keluar." Sang Rusa membalas, "Kalau begitu, mungkin saya akan meninggal karena bersedih di sini." Akhirnya sang Adik membiarkan sang Rusa keluar dengan hati yang berat.
Saat sang Raja berburu dan melihat Rusa itu, dia berkata kepada pemburunya, "Sekarang kejar dan tangkaplah rusa itu, tetapi jangan sampai melukainya." dan para pemburunya berhasil menangkap sang Rusa. Ketika hari menjelang malam, sang Raja berkata kepada para pemburunya: "Sekarang tunjukkanlah saya dimana rumah kecil di tengah hutan yang kamu lihat itu." Dan mereka bersama-sama pergi ke rumah kecil itu dan sang Raja lalu mengetuk pintu dan berkata, "Adik tersayang, bukalah pintu, saya ada di luar sini." Ketika pintu terbuka, sang Raja melihat seorang gadis yang sangat cantik berdiri di dalam rumah itu.
Sang gadis yang merupakan adik dari sang Rusa menjadi terkejut karena bukan sang Rusa yang mengetuk pintunya, melainkan sang Raja sendiri. Dan Raja tersebut dengan ramah memegang tangannya dan berkata, "Maukah kamu ikut bersamaku ke istana?", "Ya, tetapi saya tidak dapat meninggalkan rusa ku sendirian di sini." Sang Raja lalu berkata, "Rusamu boleh ikut kemanapun kamu pergi." dan saat itu sang Rusa di lepas oleh para pemburu dan berlari ke arah adik perempuannya.
Akhirnya sang Raja membawa sang Gadis beserta rusanya ke istana, dan tidak berapa lama kemudian sang Raja menikahi gadis tersebut.
Saat ibu tiri dari kakak beradik mendengar kabar tersebut, hatinya menjadi dengki dan putrinya kandungnya yang memiliki mata cuma satu, mendatanginya dan berkata, "Saya seharusnya yang mendapatkan keberuntungan dan menjadi Ratu." "Tenanglah," kata sang Ibu tiri, "Kamu akan mendapatkannya ketika saatnya telah tiba,"
Tiba suatu saat ketika Raja sedang berburu di hutan, sang Adik yang telah menjadi Ratu melahirkan seorang anak laki-laki, Ibu tiri yang penyihir menjalankan rencananya, dengan menyamar menjadi seorang pelayan, dia memberi racun sihir pada sang Ratu dan sang Ratu pun lenyap terkena racun sihir itu. Kemudian ibu tiri itu dengan cepat mendandani anak gadisnya dengan sihirnya agar sama seperti sang Ratu. Tetapi walaupun ibu tiri itu mempunyai sihir, dia tidak dapat menyamarkan mata putrinya yang hanya satu itu dan mencari alasan yang baik agar raja tidak menyadari perbedaannya.
Sang Raja menjadi sangat gembira mendengar bahwa sang Ratu telah melahirkan anak laki-laki, saat dia ingin menjenguk sang Ratu, Ibu tiri yang menyamar menjadi pelayan berpesan kepada Raja agar tidak membiarkan sinar mengenai mata dan tidak membuka tirai jendela atau menyalakan lilin yang terang di dalam kamar, karena sang Ratu masih lemah. Raja tidak pernah menyadari bahwa yang selalu di temui itu bukanlah sang Ratu yang asli.
Setelah kejadian itu, di ruangan di mana bayi itu ditidurkan, perawat yang menjaga bayi sering melihat pintu kamar tersebut dibuka oleh seorang wanita yang mirip sekali dengan Ratu. dan dengan perlahan-lahan orang yang mirip Ratu itu mengangkat sang bayi dari buaian, menggendongnya, menidurkannya kembali, lalu pergi ke sudut kamar bayi, dimana sang Rusa selalu berbaring, mengelus punggung sang Rusa, dan diam-diam kembali keluar dari kamar tersebut tanpa mengucapkan sepatah katapun. Kejadian tersebut berulang terus menerus dan setiap kali perawat yang menjaga bayi tersebut bertanya ke penjaga pintu, mereka selalu mengatakan tidak melihat satu orang pun masuk ke dalam ruangan itu. Karena ketakutan, perawat tersebut tidak pernah menyampaikan apa yang dilihatnya kepada siapapun.

Suatu malam, kejadian tersebut terulang kembali, tetapi kali ini orang yang mirip dengan Ratu tersebut bertanya kepada sang perawat: "Apakah anakku baik-baik saja? Apakah Rusaku baik-baik saja? Saya akan datang dua kali lagi lalu mengucapkan selamat tinggal." Perawat yang ketakutan, tidak menjawab apa-apa dan setelah kepergian sang Ratu yang asli itu, dia lalu melaporkan hal tersebut pada Raja. Raja lalu terkejut dan berkata, "Apa yang kamu katakan itu? saya akan ikut melihat dan mengawasi kamar tidur anakku nanti malam."
Ketika malam tiba, sang Ratu yang asli muncul kembali dan bertanya kepada sang perawat: "Apakah anakku baik-baik saja? Apakah Rusaku baik-baik saja? Saya akan datang sekali lagi lalu mengucapkan selamat tinggal." Saat itu Raja yang bersembunyi di kamar tersebut, tidak keluar dari persembunyiannya, dan tidak mengucapkan apa-apa.
Dihari berikutnya sang Raja ikut kembali mengawasi kamar tidur anak bayinya, dan ketika sang Ratu yang asli datang dan berkata: "Apakah anakku baik-baik saja? Apakah Rusaku baik-baik saja? Saya datang kali ini untuk mengucapkan selamat tinggal." Sang Raja tidak dapat menahan dirinya lagi dan melompat keluar dari persembunyiannya dan berkata, "Kamu adalah istriku yang tercinta!"
"Ya," kata sang Ratu, "Saya adalah istrimu!" saat itu sihir yang mengikat sang Ratu menjadi musnah, sang Ratu menjadi pulih seperti sedia kala seperti tidak pernah mengalami hal apapun. Kemudian sang Ratupun menceritakan semua kisahnya dan betapa kejamnya perlakuan ibu tirinya. Raja langsung menangkap sang Ibu tiri dan anaknya serta menghukum mereka. Setelah ibu tiri yang penyihir itu mendapatkan hukumannya, sihir yang mengikat sang Rusa akhirnya menjadi musnah juga, dan sang Rusa kembali ke bentuk manusia kembali. Akhirnya kakak beradik tersebut dapat hidup dengan bahagia selama-lamanya.

Jack si pemalas

Pada suatu masa, hiduplah seorang anak laki-laki yang bernama Jack dan hidup bersama dengan ibunya. Mereka sangatlah miskin dan ibunya yang sudah tua itu menghidupi mereka dengan berkerja sebagai penenun, tetapi Jack sendiri adalah anak yang sangat malas dan tidak pernah mau melakukan apapun selain berjemur di matahari pada hari yang panas, dan duduk di sudut rumah saat musim dingin. Sehingga dia dipanggil Jack si Pemalas. Ibunya sendiri tidak pernah dapat membuat Jack melakukan sesuatu untuknya, dan akhirnya suatu hari da berkata kepada Jack, bahwa apabila dia tidak mulai bekerja dan menghidupi dirinya sendiri, ibunya itu tidak akan memperdulikan dia lagi.

Hal ini merisaukan Jack, dan dia lalu keluar rumah mencari pekerjaan pada hari berikutnya di tetangganya yang petani dan berhasil mendapatkan satu penny (mata uang Inggris); tetapi karena selama ini dia tidak pernah pulang kerumah sambil memegang uang, dia kehilangan uangnya ketika melewati sebuah sungai.
"Anak bodoh," kata ibunya, "kamu seharusnya menaruh uangmu di kantong."
"Saya akan melakukannya lain kali," kata Jack si Pemalas.
Hari berikutnya, Jack kembali keluar untuk bekerja pada seorang pembuat roti yang tidak memberinya apa-apa kecuali seekor kucing yang besar. Jack lalu mengambil kucing tersebut, dan membawanya dengan hati-hati di tangannya, tetapi kucing tersebut mencakar tangannya sehingga dia harus melepaskan kucing tersebut yang kemudian lari menghilang.
Ketika dia pulang kerumah, ibunya berkata kepadanya, "Kamu anak yang bodoh, seharusnya kamu mengikatnya dengan tali dan menariknya untuk mengikutimu."
"Saya akan melakukannya lain kali," kata Jack.
Pada hari berikutnya, Jack keluar dan bekerja pada seorang penjagal, yang memberikan dia hadiah berupa daging domba yang besar. Jack mengambil daging domba tersebut, mengikatnya dengan tali, dan menyeretnya di tanah sepanjang jalan, sehingga ketika dia tiba dirumah, daging domba tersebut telah rusak sama sekali. Ibunya kali ini tidak berkata apa apa kepadanya, dan pada hari minggu, ibunya mengharuskan dia membawa pulang kubis untuk dimasak nanti.
"Kamu harus membawanya pulang dan memanggulnya di pundakmu."
"Saya akan melakukannya di lain waktu," kata Jack.
Pada hari senin, Jack si Pemalas bekerja pada seorang penjaga ternak, yang memberikan dia seekor keledai sebagai upahnya. Walaupun Jack sangat kuat, dia masih merasa kewalahan untuk menggendong keledai itu di pundaknya, tetapi akhirnya dia memanggul keledai tersebut di pundaknya dan berjalan pelan ke rumah membawa hadiahnya. Di tengah perjalanan dia berjalan di depan sebuah rumah dimana rumah tersebut di huni oleh orang kaya dengan seorang anak gadis satu-satunya, seorang gadis yang sangat cantik, yang tuli dan bisu. Dan gadis tersebut tidak pernah tertawa selama hidupnya. Dokter pernah berkata bahwa gadis itu tidak akan pernah bisa berbicara sampai seseorang bisa membuatnya tertawa. Ayahnya yang merasa sedih itu berjanji bahwa dia akan menikahkan anak gadisnya dengan laki-laki yang bisa membuat anak gadisnya tertawa. Disaat itu juga sang gadis kebetulan melihat keluar jendela pada saat Jack lewat di depan rumahnya sambil menggendong keledai di bahunya; dimana keledai tersebut menendang-nendangkan kakinya ke udara secara liar dan meringkik-ringkik dengan keras. Pemandangan itu begitu lucu sehingga sang putri tertawa tergelak-gelak dan saat itu juga memperoleh kemampuannya untuk mendengar dan berbicara. Ayahnya yang begitu bahagia melihat anaknya telah dapat berbicara dan mendengar, memenuhi janjinya dengan menikahkan anak gadisnya itu dengan Jack si Pemalas, yang kemudian menjadi orang yang kaya juga. Mereka kemudian tinggal bersama-sama di sebuah rumah yang besar dengan ibu Jack dan hidup berbahagia hingga akhir hayat mereka.

Hercules & pembawa gerobak

Seorang petani sedang mengemudikan gerobaknya di pinggir jalan yang berlumpur setelah hujan keras. Saat itu kuda-kudanya mengalami kesulitan untuk menyeret gerobak yang penuh muatan melalui lumpur yang dalam, dan akhirnya gerobak itu berhenti secara tiba-tiba ketika salah satu rodanya terperosok kedalam lumpur.

Petani itu kemudian turun dari tempat duduknya dan berdiri disamping gerobak itu sambil memandang gerobaknya, tetapi tidak ada upaya dan usaha yang dilakukan oleh petani yang membawa gerobak tersebut untuk mengeluarkan roda itu dari dalam lumpur. Dia hanya mengutuk dirinya sendiri akan nasib malang yang menimpanya, lalu dia berteriak-teriak memanggil Hercules dengan suara keras untuk datang membantu dan menolongnya, saat itulah Hercules muncul, dan berkata: "Letakkan pundakmu di roda itu dan perintahkan kudamu untuk menariknya. Apakah kamu pikir kamu akan dapat memindahkan gerobak itu hanya dengan memandangnya dan mencercanya? Saya tidak akan menolongmu kecuali kamu melakukan usaha untuk menolong dirimu sendiri."


Dan ketika petani itu menaruh pundaknya pada roda itu dan memerintahkan kudanya untuk menariknya, gerobak itu bergerak dengan sangat cepat dan akhirnya bisa keluar dari lumpur, dan dengan segera petani itu kembali mengendarai gerobaknya dengan hati yang senang karena mendapatkan satu pelajaran.

harimau, petapa & anjing yg cerdik

Suatu masa, seekor harimau terperangkap dalam satu perangkap kandang. Harimau tersebut mencoba dengan sia-sia untuk lolos dari tiang-tiang besi kandang dan berguling-guling dalam keadaan marah dan sedih ketika gagal lepas dari perangkap.

Kebetulan saat itu lewatlah seorang petapa. "Lepaskan saya dari kurungan ini, oh petapa yang saleh!" teriak sang Harimau.
"Tidak, temanku," balas Petapa secara halus, "Kamu mungkin akan memangsa saya jika saya melakukannya."
"Tidak akan!" sumpah sang Harimau; "sebaliknya, Saya akan sangat berterima kasih sekali dan akan menjadi budakmu!"
Setelah sang Harimau menangis dan mengeluh sambil menggerutu, hati petapa menjadi lunak dan akhirnya membuka pintu kandang. Melompatlah sang Harimau keluar, menerjang petapa yang sial, lalu berteriak, "Betapa bodohnya kamu! Tak ada yang bisa menghalangi saya untuk memangsa kamu sekarang, apalagi saya sangat lapar sekali!"
Dengan ketakutan sang Petapa memohon agar dibiarkan hidup; akhirnya sang Petapa berjanji akan bertanya kepada tiga mahluk tentang keadilan dan Petapa itu juga berjanji akan memenuhi keputusan yang diberikan oleh tiga mahluk tersebut.
Jadilah Petapa itu bertanya kepada sebuah pohon yang besar tentang hal keadilan, dan sang Pohon menjawab dengan dingin, "Apa yang kamu keluhkan? Saya memberikan keteduhan dan tempat bernaung bagi semua yang lewat, dan mereka membalas ku dengan mematahkan cabang-cabangku untuk dimakankan ke ternak mereka? Jangan cengeng, bertindaklah seperti laki-laki!"
Kemudian petapa dengan hati sedih, melihat seekor sapi yang menarik gerobak dan bertanya tentang keadilan, "Kamu sangat bodoh karena mengharapkan terima kasih! Lihat saja saya! Dulunya saat saya memberikan mereka susu, mereka memberikan saya makanan yang enak, tetapi saat saya tidak lagi bisa memberikan susu, saya dipaksa menarik gerobak dan bajak, dan tidak lagi mendapatkan makanan lezat!"
Petapa yang sedih lalu bertanya kepada sebuah jalan.
"Tuan," kata sang Jalan, "betapa bodohnya engkau mengharapkan hal-hal yang tidak mungkin! Lihatlah saya, sangat berguna ke semua orang, kaya, miskin, besar, kecil, tetapi mereka tidak memberikan saya apa-apa selain debu dan kotoran!"
Akhirnya petapa ini berbalik untuk kembali dan di tengah jalan dia bertemu dengan seekor anjing hutan yang bertanya, "Ada masalah apa tuan Petapa? Anda terlihat sangat sedih seperti ikan kehilangan air!"
Petapa lalu menceritakan segala hal yang terjadi. "Sungguh membingungkan!" kata sang Anjing Hutan, maukah anda mengulang cerita anda kembali, karena segalanya campur aduk?"
Lalu Petapa mengulangi ceritanya kembali, dan sang Anjing Hutan masih menggeleng-gelengkan kepalanya tidak mengerti.
"Sangat aneh," katanya, "tetapi mari kita ke tempat kejadian, mungkin saya bisa memberikan penilaian."
Berdua mereka menuju ke tempat kejadian di mana saat itu sang Harimau sudah menunggu.
"Kamu pergi terlalu lama!" teriak sang Harimau, "tapi sekarang saya akhirnya bisa memulai makan siangku."
Petapa menjadi ketakutan dan memohon.
"Tunggu sebentar, tuanku!" kata sang Petapa, "saya harus menjelaskan sesuatu ke Anjing Hutan ini tentang kejadian tadi." 
Sang Harimau setuju dan ikut mendengarkan penjelasan Petapa ke Anjing Hutan.
"Oh, bodohnya saya!" teriak Anjing Hutan, "Jadi sang Petapa di dalam kandang, dan sang Harimau kebetulan lewat...."
"Puuuh!" potong sang Harimau, "bodohnya kamu! Saya yang berada dalam kandang"
"Tentu saja!" kata Anjing Hutan, berpura-pura gemetar ketakutan; "Ya! Saya berada dalam kandang - tidak - duh, bodohnya saya? Coba saya lihat lagi - Harimau ada di dalam Petapa, dan sebuah kandang kebetulan berjalan lewat - tidak - sepertinya tidak begitu! duh, saya tidak akan pernah bisa mengerti!"
"Kamu bisa mengerti!" jawab sang Harimau sambil marah karena kebodohan Anjing Hutan.
"Saya yang berada dalam kandang - apakah kamu mengerti?" tanya Harimau.
"Bagaimana anda bisa berada dalam kandang, tuan Harimau?" tanya Anjing Hutan kembali.
"Bagaimana? cara biasa saja tentunya!" jawab Harimau.
"Kepalaku mulai pusing!, Jangan marah tuanku, tetapi yang anda maksud cara biasa itu bagaimana?" tanya Anjing Hutan.
Harimau menjadi kehilangan kesabaran dan melompat masuk ke dalam kandang, lalu berteriak, "Cara begini! Apakah kamu mengerti sekarang?"
"Mengerti dengan jelas!" jawab Anjing Hutan sambil tersenyum dan menutup pintu kandang rapat-rapat, "menurut saya, sebaiknya anda tetap berada di dalam kandang itu!"
Sang Petapa saat itu berterima kasih sekali kepada Anjing Hutan atas bantuan dan kecerdikannya.

gretel yang cerdik

Dahulu kala ada seorang tukang masak yang bernama Grethel yang suka memakai sepatu bertumit merah, yang ketika keluar rumah selalu merasa bebas dan memiliki perasaan yang sangat baik. Ketika dia kembali ke rumah lagi, dia selalu meminum segelas anggur untuk menyegarkan diri, dan ketika minuman anggur tersebut memberi nafsu makan kepadanya, dia akan memakan makanan yang terbaik dari apapun yang dimasaknya hingga dia merasa cukup kenyang. Untuk itu dia selalu berkata "Seorang tukang masak harus tahu mencicipi apapun".
Suatu hari tuannya berkata kepadanya "Grethel, saya menunggu kedatangan tamu pada malam ini, kamu harus menyiapkan sepasang masakan ayam".
"Tentu saja tuan" jawab Grethel. Lalu dia memotong ayam, membersihkannya dan kemudian mencabuti bulunya, lalu ketika menjelang malam, dia memanggang ayam tersebut di api hingga matang. Ketika ayam tersebut mulai berwarna coklat dan hampir selesai dipanggang, tamu tersebut belum juga datang.

"Jika tamu tersebut tidak datang cepat" kata Grethel kepada tuannya, "Saya harus mengeluarkan ayam tersebut dari api, sayang sekali apabila kita tidak memakannya sekarang justru pada saat ayam tersebut hampir siap." Dan tuannya berkata dia sendiri akan berlari mengundang tamunya. Saat tuannya mulai membalikkan badannya, Grethel mengambil ayam tersebut dari api.
"Berdiri begitu lama dekat api," kata Grethel, "membuat kita menjadi panas dan kehausan, dan siapa yang tahu apabila mereka akan datang atau tidak! sementara ini saya akan turun ke ruang penyimpanan dan mengambil segelas minuman." Jadi dia lari kebawah, mengambil sebuah mug, dan berkata, "Ini dia!" dengan satu tegukan besar. "Satu minuman yang baik sepantasnya tidak disia-siakan," dia berkata lagi "dan tidak seharusnya berakhir dengan cepat," jadi dia mengambil tegukan yang besar kembali. Kemudian dia pergi keatas dan menaruh ayam tadi di panggangan api kembali, mengolesinya dengan mentega. Sekarang begitu mencium bau yang sangat sedap, Grethel berkata, "Saya harus tahu apakah rasanya memang seenak baunya," Dia mulai menjilati jarinya dan berkata lagi sendiri, "Ya.. ayam ini sangat sedap, sayang sekali bila tidak ada orang disini yang memakannya!"
Jadi dia menengok keluar jendela untuk melihat apakah tuan dan tamunya sudah datang, tapi dia tidak melihat siapapun yang datang jadi dia kembali ke ayam tersebut. "Aduh, satu sayapnya mulai hangus!" dan berkata lagi, "Sebaiknya bagian itu saya makan." Jadia dia memotong sayap ayam panggang tersebut dan mulai memakannya, rasanya memang enak, kemudian dia berpikir,
"Saya sebaiknya memotong sayap yang satunya lagi, agar tuanku tidak akan menyadari bahwa ayam panggang tersebut kehilangan sayap disebelah." Dan ketika kedua sayap telah dimakan, dia kembali melihat keluar jendela untuk mencari tuannya, tetapi masih belum juga ada yang datang.
"Siapa yang tahu, apakah mereka akan datang atau tidak? mungkin mereka bermalam di penginapan."Setelah berpikir sejenak, dia berkata lagi "Saya harus membuat diri saya senang, dan pertama kali saya harus minum minuman yang enak dan kemudian makan makanan yang lezat, semua hal ini tidak bisa disia-siakan." Jadia dia lari ke ruang penyimpanan dan mengambil minuman yang sangat besar, dan mulai memakan ayam tersebut dengan rasa kenikmatan yang besar. Ketika semua sudah selesai, dan tuannya masih belum datang, mata Grethel mengarah ke ayam yang satunya lagi, dan berkata, "Apa yang didapat oleh ayam yang satu, harus didapat pula oleh ayam yang lain, sungguh tidak adil apabila mereka tidak mendapat perlakuan yang sama; mungkin sambil minum saya bisa menyelesaikan ayam yang satunya lagi." Jadi dia meneguk minumannya kembali dan mulai memakan ayam yang satunya lagi.
Tepat ketika dia sedang makan, dia mendengar tuannya datang. "Cepat Grethel," tuannya berteriak dari luar, "tamu tersebut sudah datang!" "Baik tuan," dia menjawab, "makanan tersebut sudah siap." Tuannya pergi ke meja makan dan mengambil pisau pemotong yang sudah disiapkan untuk memotong ayam dan mulai menajamkannya. Saat itu, tamu tersebut datang dan mengetuk pintu dengan halus. Grethel berlari keluar untuk melihat siapa yang datang, dan ketika dia berpapasan dengan tamu tersebut, dia meletakkan jarinya di bibir dan berkata, "Hush! cepat lari dari sini, jika tuan saya menangkapmu, ini akan membawa akibat yang buruk untuk kamu; dia mengundangmu untuk makan, tetapi sebenarnya dia ingin memotong telingamu! Coba dengar, dia sedang mengasah pisaunya!"
Tamu tersebut, mendengarkan suara pisau yang diasah, berbalik pergi secepatnya. Dan Grethel berteriak ke tuannya, "Tamu tersebut telah pergi membawa sesuatu dari rumah ini!".
"Apa yang terjadi, Grethel? apa maksud mu?" dia bertanya.
"Dia telah pergi dan membawa lari dua buah ayam yang telah saya siapkan tadi."
"Itu adalah sifat yang buruk!" kata tuannya, dia merasa sayang pada ayam panggang tersebut; "dia mungkin mau menyisakan satu untuk saya makan." Dan dia memanggil tamunya dan menyuruhnya untuk berhenti, tetapi tamu tersebut seolah-olah tidak mendengarnya; kemudian tuannya tersebut mulai berlari mengejar tamunya dengan pisau masih ditangan dan berteriak,"hanya satu! hanya satu!" dia bermaksud agar tamu tersebut setidak-tidaknya memberikan dia satu ayam panggang dan tidak membawa kedua-duanya, tetapi tamu tersebut mengira bahwa dia menginginkan satu telinganya, jadi dia berlari semakin kencang menuju kerumahnya sendiri.